BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jamur atau cendawan adalah
mikroorganisme yang sel-selnya berinti sejati (eukariotik), biasanya berbentuk
benang, bercabang-cabang, tidak berkhlorofil, dinding selnya mengandung kitin,
selulosa atau kedua-duanya, merupakan organisme heterotrof yang mendapatkan
nutrisi dengan cara absorsi dan bereproduksi secara seksual atau aseksual
dengan spora. Jamur mempunyai
jenis yang sangat beragam. Di dunia diduga terdapat sekitar 1,5 juta jenis jamur, namun hanya 74.000- 120.000 yang telah teridentifikasi.
Sementara itu, Scmidt dan Muller (dalam Hawksworth & Muller, 2005) menduga
bahwa terdapat sedikitnya 600.000 spesies jamur.
Salah satu spesies jamur yang paling terkenal adalah jamur Aspergillus. Setiap spesies jamur ini mempunyai
karakteristik morfologi dan peran yang berbeda-beda. Meskipun demikian habitat
pertumbuhan setiap spesies hampir sama. Seperti halnya manusia, jamur ini juga
dapat berkompetisi untuk memenuhi kebutuhannya agar tetap melangsungkan
kehidupannya. Apabila dua jenis jamur Aspergillus
ditumbuhkan bersama dalam suatu medium maka akan mencerminkan kompetisi di
antara keduanya.
Oleh karena itu perlu untuk memahami dan mempelajari mengenai kompetisi
antara dua spesies jamur Aspergillus
dan mengidentifikasi spesies jamur tersebut.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan praktikum ini ialah untuk mengamati uji kompetisi antara dua spesies
jamur Aspergillus dan
mengidentifikasi jamur Aspergillus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembasmi hama sudah banyak yang
beredar di masyarakat, namun yang sering digunakan adalah insektisida kimia.
Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida, dan herbisida biologi telah
banyak diteliti, tetapi belum banyak yang dipakai. Secara alami, penyakit
serangga disebabkan oleh beragam jenis mikroba, seperti bakteri, jamur, fungi,
virus dan protozoa yang sering disebut sebagai entomopatogen. Beberapa
keuntungan penting dari pemakaian entomopatogen ini adalah pengaruhnya yang
spesifik hanya pada serangga tertentu. Belum ada jenis entomopatogen yang
dilaporkan menyebabkan pengaruh serius pada manusia, mamalia, dan vertebrata
lain. Insektisida biologi membunuh serangga dengan cara yang sangat berbeda
dengan pestisida sintetis. Sebagian besar mikroba entomopatogen memperbanyak
diri di dalam tubuh serangga inang. Hal ini menyebabkan entomopatogen secara
alami mudah tersebar dengan sendirinya (penyebaran sekunder). Namun kendala
yang sering dirasakan sehingga insektisida biologi jarang digunakan adalah efek
pengendalian populasi hama yang dihasilkan oleh pestisida biologi ini memang
lebih lama daripada yang dihasilkan oleh pestisida sintetis. Pestisida biologi
membutuhkan waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu untuk mematikan
serangga setelah terjadinya infeksi yang pertama pada tubuh serangga (Novizan,
2002).
Kompetisi adalah suatu mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh
agensia hayati terhadap sumber-sumber terbatas seperti zat organik, zat
anorganik, ruang dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya. Salah satu contoh
adalah persaingan akan ruang/tempat pada akar. Contoh ektomikoriza merupakan
agensia yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati. Jamur tersebut
mampu membungkus secara efektif seluruh akar dan menempati bagian rizosfer
sehingga apabila ada mikroorganisme lain seperti misalnya Armilaria mellea atau
Phytophthora spp, maka patogen tersebut tidak dapat lagi mengkolonisasi
bagian tersebut. Mekanisme hiperparasit merupakan perusakan patogen oleh
senyawa atau zat yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti kitinase,
selulase, glukanase, enzim pelisis dan lainnya (Nurhayati, 2011).
Aspergilus merupakan fungi dari filum
ascomycetes yang berfilamen, mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan
melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi dari tanah, sisa tumbuhan, dan
udara di dalam ruangan. Jamur Aspergillus terdiri dari beberapa jenis,
diantaranya Aspergillus niger,
A. flavus, dan Aspergillus terreus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jamur Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus
parasitivus dapat digunakan sebagai biopestisida karena kemampuannya dalam
menghasilkan mikotoksin untuk membunuh serangga (Nurhayati, 2011).
Jamur-jamur entomopatogen yang biasa digunakan antara lain Beauveria bassiana, Verticillium lecanii, dan Metarrhizium
anisopliae. Mekanisme infeksi jamur terhadap serangga diawali pada saat
jamur yang dalam bentuk spora atau konidia menempel pada permukaan tubuh
serangga. Konidia tersebut menempel pada lapisan dinding atau kulit luar
(integumen) serangga. Pada kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai, konidia
akan tumbuh dan menembus tubuh serangga. Jamur akan memperbanyak diri di dalam
sebuh serangga sehingga tubuh serangga tertutup miselium yang berupa
benang-benang halus. Dalam bentuk seperti ini diistilahkan sebagai propagul.
Penetrasi jamur ke dalam tubuh serangga bisa melalui proses mekanis dan kimia.
Hal tersebut terjadi karena jamur memproduksi enzim tertentu seperti enzim
kitinase, glukanase, dan protease yang dapat meluruhkan kulit luar serangga,
kemudian setelah konidia tumbuh, miselium akan mengeluarkan senyawa aktif yang
bersifat antibiosis yang dapat bersifat racun atau menghambat proses
metabolisme di dalam sel serangga (Sarjoko, 2011).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Waktu Dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai
berikut :
Hari/Tanggal : Senin,
26 November 2012
Waktu :
15.00 WITA sampai selesai
Tempat :
Laboratorium Bioteknologi Jurusan Biologi FMIPA
UNTAD
3.2
Alat Dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut :
3.2.1 Alat
a. Cawan petri
b. Gelas benda
c. Gelas penutup
d. Pipet tetes
e. Label
f. Ose
g. Bunsen
h. Mikroskop
i.
Kamera
3.2.2 Bahan
a. Medium PDA (Potato Dextrose Agar)
b. Dua spesie jamur Aspergillus
c. Aquades
d. Alkohol 98%
e. Lidi
f. Kapas
3.3
Prosedur Kerja
Adapun
prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Uji Kompetisi Dua Jenis Jamur Aspergillus
1.
Menyemprotkan
alkohol pada kedua tangan sebelum memulai pekerjaan.
2.
Menyediakan
medium PDA dan menuangkannya pada cawan petri sambil melidah apikan.
3.
Melidahapikan
ose pada nyala api bunsen, kemudian menyentuhkan ose pada jamur Asergillus
yang berwarna hitam.
4.
Menanam
jamur Aspergillus yang berwarna hitam pada salah satu sisi cawan petri
yang telah berisi medium PDA.
5.
Menutup
cawan petri dan melidahapikannya.
6.
Mengulangi
prosedur nomor 2 hingga 4 untuk jamur Aspergillus berwarna hijau.
7.
Memberi
label pada cawan petri.
8.
Menginkubasikan
jamur yang ditanam selama 2-5 hari, hingga jamur tumbuh dan saling
berkompetisi.
b. Pengamatan Mikroskopis Morfologi dan Identifikasi Jamur
1.
Menyemprotkan
alkohol pada kedua tangan sebelum memulai pekerjaan.
2.
Meletakkan
kapas yang telah dibasahi dengan aquades pada cawan petri.
3.
Menyiapkan
gelas benda, gelas penutup dan potongan lidi yang steril (mencuci dengan
alkohol dan melakukan di atas nyala api bunsen).
4.
Meneteskan
1-2 tetes medium PDA pada permukaan gelas benda.
5.
Menyentuhkan
ose pada kedua biakan Aspergillus lalu menyantuhkan ose di medium PDA pada
permukaan gelas benda.
6.
Meletakkan
gelas penutup di atas di atas media PDA dan spora jamur.
7.
Menginkubasikan
selama 2-3 hari pada suhu 28-30ºC. Mengamati morfologi jamur dengan menggunakan
mikroskop.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
a.
Uji kompetisi dua jenis Aspergillus sp.
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
|
Koloni jamur Aspergillus niger yang
berwarna hitam memiliki wilayah pertumbuhan yang lebih luas dibanding yang
berwarna hijau yaitu koloni Aspergillus
fumigatus
|
b.
Pengamatan
mikroskopis morfologi dan identifikasi jamur
No.
|
Gambar
|
Gambar Literatur
|
Keterangan
|
||||||||||||
1.
|
Aspergillus fumigatus
|
|
1. Konidium
2. Konidiosfor
3.
Stolon
4.
Rhizoid
|
||||||||||||
2.
|
Aspergillus niger
|
|
1. Konidium
2. Konidiosfor
3.
Stolon
4.
Rhizoid
|
4.2 Pembahasan
Jamur
adalah tumbuhan
yang tidak mempunyai klorofil
sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler
dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari
benang-benang yang disebut hifa.
Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium.
Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif
ada juga dengan cara generatif.
Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya
untuk memperoleh makanannya. Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen.
Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat
yang menyediakan karbohidrat, protein,
vitamin,
dan senyawa kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai
makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat,
parasit
fakultatif, atau saprofit.
Percobaan kaili ini bertujuan untuk
menguji kompetisi antara dua spesies jamur Aspergillus dan
mengidentifikasi kedua jamur Aspergillus tersebut. Untuk menguji
kompetisi antara dua spesies Aspergillus, ditumbuhkan dua spesies Aspergillus
pada media yang sama dalam satu cawan petri. Pada percobaan digunakan medium
PDA (Potato Dextrose Agar) karena
medium ini sangat cocok untuk pertumbuhan kapang. Aspergillus termasuk
dalam kelompok kapang. Aspergillus yang berwarna hitam ditumbuhkan pada
sisi sebelah kiri dan Aspergillus berwarna hijau ditumbuhkan pada sisi
lainnya. Untuk membuktikan spesies Aspergillus
yang lebih dominan dapat dilihat dari banyaknya koloni jamur yang lebih
mendominasi pada medium tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan
aspergillus yang berwarna hitam lebih mendominasi dibandingkan dengan Aspergillus
berwarna hijau perbedaan ini disebabkan karena adanya persaingan dalam
memperoleh nutrisi pada media tumbuh. Selain itu penyebab Aspergilus
hitam lebih mendominasi kemungkinan karena Aspergillus yang berwarna
hitam lebih mampu memanfaatkan nutrisinya sehingga reproduksi dan
pertumbuhannya lebih cepat dan juga dipengaruh oleh lingkungan yang diberikan
lebih sesuai dengan kehidupan jamur aspergillus yang berwarna hitam sehingga Aspergillus
hitam menekan pertumbuhan Aspergillus yang berwarna hijau
Berdasarkan hasil pengamatan secara
mikroskopis Aspergillus berwarna hitam yang teridiri dari kepala konidia
yang berbentuk bulat hitam dan banyak memiliki percabangan konidiafor, Konidiofor
merupakan hifa terspesialisasi yang menghasilkan spora aseksual yang disebut
konidia. Konidium merupakan hifa yang terdapat pada ujung konidiofor yang
memiliki tangkai panjang yang mendukung kepalanya besar dan berwarna hitam.
Stolon merupakan hifa yang menjalar pada permukaan substarat yang berfungsi
menyerap nutrisi, rhizoid merupakan hifa yang membentuk jaringan pada permukaan
substrat yang berfungsi untuk menempel pada inang atau substrat ciri-ciri
tersebut menunjukkan Aspergillus
niger Menurut Bibiana (1994) Aspergillus
niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC
(maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning
dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala
konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang
lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang
halus, hialin tetapi juga berwarna coklat. Aspergillus
niger, mempunyai koloni pada medium Cxapek’s Dox mencapai diameter 4-5 cm
dalam 7 hari, dan terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih
hingga kuning dan suatu lapisan konidofor yang lebat yang berwarna coklat tua
hingga hitam. Stipe dari konidiofor berdinding halus, berwarna hialin, tetapi
dapat juga kecoklatan. Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat, dan
berdiameter 50-100 m. Fialid terbentuk pada metula dan berukuran (7,0-9,5) x
(3-4) m. Metula berwarna hialin hingga coklat, seringkali bersepta, dan
berukuran (15-25) x (4,5-6,0) . Konidia berbentuk bulat hingga semibulat,
berukuran 3,50-5,0, berwarna coklat, memiliki ornamentasi berupa tonjolan dan
duri-duri yang tidak beraturan. Koloni pada medim MEA lebih tipis tetapi
bersporulasi lebat. Sedangkan pada aspergilus berwarna hijau memiliki
kepala konidia yang berbentuk bulat hijau dan banyak memiliki percabangan
konidiofor, terdapat konidiofor seperti pada Aspergilus niger. Berdasarkan
morfologi diatas menunjukkan Aspergillus
fumigatus hal ini sesuai dengan literatur Markey (2002) Aspergillus
fumigatus membentuk koloni berwarna hijau berkabut dengan tekstur seperti
beludru. Aspergillus
fumigatus memiliki tangkai-tangkai panjang (konidiofor),
konidiofora berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung
konidiofor muncul sebuah gelembung, keluar dari gelembung ini muncul sterigma,
pada sterigma muncul konidium–konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk
untaian mutiara yang mendukung kepalanya yang besar (vesikel). Di kepala ini
terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora. Aspergillus
fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37°C.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1.
Jamur
adalah tumbuhan
yang tidak mempunyai klorofil
sehingga bersifat heterotrof. Jamur ada yang uniseluler
dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari
benang-benang yang disebut hifa.
Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium.
2.
Aspergilus hitam lebih mendominasi karena Aspergillus
yang berwarna hitam lebih mampu memanfaatkan nutrisinya sehingga reproduksi dan
pertumbuhannya lebih cepat dan juga dipengaruhi oleh lingkungan yang diberikan
lebih sesuai dengan kehidupan jamur aspergillus yang berwarna hitam
3.
Berdasarkan
hasil pengamatan Aspergillus hitam dan hijau memiliki konidia, konidiosfor,
stolon dan rhizioid yang memiliki warna yang berbeda.
4.
Berdasarkan ciri-ciri dari hasil pengamatan dapat ditentukan bahwa Aspergilus
yang berwarna hitam merupakan Aspergillus niger dan Aspergillus berwarna
hijau merupakan Aspergillus fumigatus
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya alat yang
digunakan harus steril dan pengamatan tepat waktu agar hasil pengamatan yang
diperoleh lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Hang
Y.D, D.F,Splittstoessitr R.E.E, Woodams, dan R.M. Sherman, 1977, Citric Acid Fermentation of Brewery Waste. J.
of Food Science. 42 (2) : 383-388.
Nurhayati, 2011, Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit Tanaman secara
Hayati yang Ramah Lingkungan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya Kampus Unsri, Sumatera Selatan.
Purwantisari,
Susiana, & Hastuti, Rini, 2009, Uji
Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk
Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat
Lokal, Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA
UNDIP, Semarang.
Sarjoko, 2011, Mekanisme Biopestisida dalam Mengendalikan Organisme Pengganggu
Tumbuhan, (http://ditjenbun.deptan.go.Id/bbp2tpbon/ index. php
?option=com_content view=article &id =11 6 %3
Amekanisme-biopestisida-dalam–mengendalikan–organisme–pengganggu–tumbuhan–pt
&catid = 12%3 Anews & Itemid =
21), diunduh pada tanggal 27 November 2012.
Srikandi, 1989, Mikrobiologi Pangan, Departemen
Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.